DISPENSASI KAWIN JELANG DUA TAHUN PASCA PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Oleh : Syamsul Bahri, S.H.I
A. Latar Belakang
Memasuki tahun ke-2 pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tepatnya tanggal 15 Oktober 2019. Pasca perubahan, lonjakan permohonan dispensasi kawin yang masuk di Pengadilan mengalami peningkatan yang signifikan. Adapun pokok perubahan Undang-Undang tersebut ada pada ketentuan Pasal 7 yang berbunyi :
- Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
- Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
- Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah pihak calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
- Ketentuan-ketentuan mengenai keadan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).Perkawinan usia dini di Indonesia secara umum amatlah sangat tinggi. Sebagaimana data yang disampaikan oleh YM. Dr. H. Busra, S.H.,M.H. (Hakim Agung Kamar Agama) pada Pembinaan dan Kajian Rutin secara daring dengan tema Permasalahan Permohonan Dispensasi Kawin pada tanggal 23 April 2021. Permohonan dispensasi kawin yang masuk pada tahun 2017 sebanyak 13.103, tahun 2018 sebanyak 13.822, tahun 2019 sebanyak 24.864, dan tahun 2020 sebanyak 64.196.
Peningkatan permohonan dispensasi kawin yang sangat tinggi tersebut tidak semata dipengaruhi oleh perubahan batas usia perkawinan tetapi sebagai tolok ukur bukan pada angka batas usia yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Tanpa perubahan usia pada Undang-Undang tersebut pun perkawinan usia dini di Indonesia tergolong sangat tinggi.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah pasca dikeluarkannya perubahan batas usia perkawinan memberikan pengaruh besar bagi Pencegahan Perkawinan Usia Dini? Bagaimana menafsirkan alasan sangat mendesak dalam konteks kepentingan terbaik bagi anak?