MENGKRITISI STRATEGI NASIONAL
PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK
Oleh: H. A. Zahri, S.H, M.HI
(Ketua Pengadilan Agama Trenggalek).
A. Pendahuluan
Meningkatnya kesadaran pemenuhan hak anak dan perlindungan anak di negara kita ditandai ketika pada 26 Januari 1990 Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani Konvensi tentang Hak Anak (Convention on the Rights on the Child) yang digagas oleh Majelis Umum PBB. Kemudian ditindaklanjuti dengan mengesahkan/meratifikasi Konvensi tentang Hak Anak tersebut sebagai aturan hukum positif pada 5 September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Hal paling mendasar yang dilakukan Indonesia dalam upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak sesuai Konvensi tentang Hak Anak adalah dengan memasukkan isu perlindungan anak ke dalam konstitusi. Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 memasukkan Pasal 28B Ayat (2) yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Langkah Indonesia yang cukup menggembirakan terkait dengan pemenuhan hak anak dan perlindungannya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah dua kali diubah, pertama dengan Undang-Undang 35 Tahun 2014 dan kedua dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Amademen terhadap undang-undang perlindungan anak menunjukkan keseriusan pemangku kepentingan untuk berusaha maksimal melakukan penyempurnaan untuk harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lain dan memenuhi tuntutan zaman.